“Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu”
[Surat Al-Baqarah: 148]
JIC- Setiap umat memiliki kiblatnya sendiri; orang Yahudi menghadap ke Sakhra Baitul Maqdis, orang Nasrani menghadap timur, adapun Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menghadap Ka’bah. Allah SWT tidak ingin hamba-Nya berdebat tentang kiblat, yang diinginkan adalah menerima perintah Allah SWT, melakukan banyak kebaikan, berkompetisi dalam medan amal usaha.
Masing-masing diminta untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, niscaya Allah SWT mengetahui kebaikan yang dilakukan sekecil apa pun, akan membalas dan mengganjarnya dengan balasan pahala. Kebaikan apa pun yang kamu usahakan untuk dirimu, tentu akan kamu dapatkan (pahalanya) di sisi Allah (Al-Baqarah: 110). Apa pun yang kamu kerjakan berupa kebaikan, pasti Allah mengetahuinya (Al-Baqarah 197).
Berlomba dalam kebaikan di dunia akan mendorong pelakunya pemenang di akhirat, dan mereka yang terdepan dalam perlombaan tersebut merupakan makhluk mulia di sisi Allah. Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (Yunus: 26). Di antara ayat lain yang memuat tentang kompetisi ini adalah di surat Al -Maidah ayat 48 yaitu kompetisi dalam kebaikan, dan Al-Hadid ayat 21 berkompetisi dalam menjemput ampunan Allah.
Dari Abu Dzar berkata, “Beberapa sahabat berkata kepada Rasulullah SAW, Wahai Rasulullah, orang-orang kaya itu mengumpulkan banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sementara kami tidak bisa bersedekah)”. Beliau bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih (subhanallah) adalah sedekah, setiap takbir (Allahu Akbar) adalah sedekah, setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (Laa ilaaha illallah) adalah sedekah, menyeru kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah, dan bersetubuh dengan isteri juga sedekah.” Mereka bertanya,“Wahai Rasulullah, apakah jika di antara kami menyalurkan hasrat biologisnya (kepada isterinya) juga mendapat pahala?” Beliau menjawab, “Bukankah jika disalurkan pada yang haram, dia berdosa? maka demikian pula jika disalurkan pada yang halal, dia mendapatkan pahala,” (HR. Muslim).
Allah SWT akan mengumpulkan manusia di mana saja mereka berada, meskipun jasad mereka sudah tercerai berai. Ibnu Abbas meriwayatkan “Bahwa Al-‘Ash bin Wail (seorang bangsawan Quraish Mekkah, ayahnya Amr bin ‘Ash dan Hisyam bin ‘Ash, memiliki harta berlimpah dan kedudukan terhormat, namun mengingkari Allah SWT), menemui Rasulullah SAW sambil membawa tulang belulang yang sudah hancur-lebur, kemudian bertanya,Benarkah tulang belulang yang sudah hancur luluh seperti ini akan dibangkitkan lagi?” Rasulullah menjawab, “Benar. Allah akan mematikanmu, lalu menghidupkanmu, kemudian setelah itu memasukkanmu ke dalam neraka jahannam” (HR. Al-Hakim).
Fenomena para sahabat yang disampaikan Abu Dzar kepada Rasulullah SAW akan selalu ada hingga saat ini, ketika ada orang-orang yang ingin melakukan yang terbaik, berkontribusi dengan selain harta. Ternyata Rasulullah SAW sebagai pemimpin mampu bersikap bijak terkait keinginan para sahabat yang kurang mampu.
Dalam dunia pendidikan terkadang menghadapi kondisi tertentu ketika para yang dididik mengalami fluktuasi dalam prestasi dan berdisiplin. Maka harus didorong para guru untuk bersikap proporsional ketika ada di antara didikannya yang kurang termotivasi dalam meningkatkan prestasi belajarnya. Ikut mengangkat moril ketika mereka merasa terpuruk dan kurang maksimal, tidak hanya memberikan apresiasi saat mereka berhasil. Sebaliknya ada momen-momen tertentu anak didiknya dibangunkan dari ketidakdisiplinan, dibangunkan dari ketertinggalannya Dan, para obyek didik pun harus mau untuk merubah kebiasaan yang kurang baik dan mulai mencoba meningkatkan kapasitas diri dan mentalnya
Pada akhirnya kita mengembalikan seluruh urusan pada Allah SWT, Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah Maha Mengetahui apakah sudah maksimal atau belum dalam berkompetisi kebaikan. Tidak ada kekecewaan dalam diri ketika bersandar hanya kepada Allah semata.
Seri ke-5 dari tulisan Ayat-Ayat Pendidikan
Ustadz. Arief Rahman Hakim, M.Ag.
Kasubdiv. Pendidikan dan Pelatihan PPPIJ
The post PERINTAH BERKOMPETISI DALAM KEBAIKAN appeared first on Jakarta Islamic Centre.